Kemudian kepadanya dibacakan pula sederet nama Gyugun seperti yang dibacakan pada Kari Basa. Berlain dengan Kari Basa yang selalu menggeleng, maka si Bungsu hanya menatap dengan pandangan dingin pada ketiga Kempetai itu. Tak pernah menggeleng sekalipun. Tak pernah mengangguk sedikitpun dan ketiga Kempetai itu mengerjakannya dengan sempurna pula. Ketiga mereka nampaknya dilatih untuk menjadi orang-orang yang tak mepunyai kemanusiaan. Dalam ketentaraan nampaknya memang dididik orang-orang seperti mereka. Gunanya untuk bahagian interogasi.
Dan ketiganya spesialis penyiksaan ini sambil tertawa gembira, sambil menyeringai buruk, mempermak tubuh si Bungsu. Tahap pertama, si Kopral mempergunakan tubuh si Bungsu yang terikat itu sebagai sebuah karung latihan. Yaitu karung yang diikatkan dan diisi dengan pasir. Bagi siswa-siswa beladiri, karung seperti ini dinamakan sansak dakam dunia tinju atau makiwara dalam dunia karate, dipergunakan untuk melatih tendangan dan pukulan.
Nah, itulah kini fungsi tubuh si Bungsu. Kopral itu beberapa kali melambung yang diakhiri dengan mendaratnya tendangannya di perut dan didada si Bungsu. Letnan itu mepergunakan buku tangannya untuk menghajar wajah anak muda tersebut. Si Bungsu berusaha untuk tak memekik. Kendati terpaksa mengeluh beberapa kali saking amat sakitnya. Kemudian muntah.
Isi perutnya keluar bersama darah kental. Tubuhnya kemudian diguyur dengan air. Ketika sadar, dia lihat Letnan itu sudah memegang samurai “He .. he kau kabarnya mahir dengan samurai. Kini kau lihat pula permainan samuraiku”.
Sehabis ucapannya, samurai itu berkelebat cepat. Si Bungsu menggigit bibir agar tak memekik kesakitan. Pakaiannya segera saja cabik-cabik disambar ujung samurai si letnan. Dan bersamaan dengan itu, dadanya. Wajahnya, perutnya robek-robek. Darah mengalir dengan deras dari bekas lukanya.
“Siram..!” perintah si Letnan.
Kopral yang sama-sama sadisnya dengan si letnan itu mengambil air bekas pengacau semen. Kemudian menyiramkannya pada tubuh si Bungsu yang penuh luka itu. Ya, Tuhan, benar-benar Tuhan saja yang mengetahui betapa menderitanya anak muda tersebut. Bayangkan, tubuh yang penuh luka di siram dengan air pengacau semen Pedih dan sakit sekali.
Sakitnya mencucuk-cucuk ke hulujantung yang paling dalam. Menyelusup ke seluruh pembuluh darah. Ke seluruh sumsum. Namun siksaan itu berlanjut terus, menyebabkan si Bungsu harus menggigit bibir sampai berdarah. Dia tak ingin menjerit. Tak ingin. Ada dua hal yang dia jaga. Pertama dia tak mau Kari Basa sampai terbangun dari pingsannya mendengar jeritannya. Dia ingin memberi istirahat pada orang tua yang dia hormati itu. Sebab kedua kenapa dia tak mau menjerit adalah karena malu pada Kari Basa. Kalau orang tua itu sendiri tak menyerah, kenapa dia harus menunjukkan kelemahannya dengan menjerit?
Meskipun dengan siksa yang dia terima sebenarnya dia ingin menjerit setinggi langit, namun dia paksa untuk menahannya. Padahal setiap orang tahu, jika kesakitan, maka tangis pekik merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi sakit dan derita yang ditanggung. Rasa sakit dan derita itu berkurang bukan dari segi fisiknya. Melainkan dari segi psikologisnya. Rasa sakit tetap sama. Menjerit atau tak menjerit. Tetapi secara ilmu kejiwaan, menjerit atau menangis bagi seorang penderita merupakan penyaluran. Dan sebuah penyaluran merupakan pengurangan bagi penderitaan.
Tikam Samurai (Bagian 85)
Itu teorinya. Tetapi si Bungsu tak mau memakai teori ini. Baginya lebih baik dan lebih terhormat untuk tetap diam. Meskipun bibirnya berdarah dia gigit dalam usahanya menahan sakit yang tak tertanggungkan itu. Selesai upacara penyayatan dengan samurai itu, maka letnan tersebut istirahat sejenak. Namun itu bukan berarti istirahat pula bagi penderitaan si Bungsu. Sebab begitu si Letnan duduk. si prajurit tegak. Dengan tang di tangan, dia maju melangkah mendekati si Bungsu.
“Katakan siapa-siapa yang ikut dalam gerakkan kalian Siapa pula diantara Gyugun yang terlibat . .?” Ujar si Letnan dari tempat duduknya. Si Bungsu tetap diam. Dia tengah membayangkan kesakitan yang akan dia derita. Dia tahu, tang ditangan prajurit sadis itu akan dipakai untuk mencabut kuku-kukunya seperti yang telah dilakukan pada Kari Basa. Karena dia diam, Letnan itu memberi isyarat. Si Prajurit meraih sebuah tong.
Meletakkan disisi kiri si Bungsu. Kemudian dia naik ke atas. Sebelum si Bungsu sadar apa yang akan terjadi Jepang itu menjepit telunjuk si Bungsu dengan tangnya. Letnan itu mengangguk. Dan si Bungsu kali ini tak bisa menahan pekik kesakitannya. Tak bisa Betapa dia akan mampu menahan rasa sakit, kalau tulang telunjuknya itu dipatahkan dengan jepitan tang?
“ Mengakulah . .” si Bungsu hanya mengerang kecil. Dan kali ini jari tengahnya dapat giliran dipatahkan. Dan kembali dia memekik.
Mengakulah . .” si Bungsu hanya mengeluh dan mengerang. Air matanya membasahi pipinya. Dan jari manisnya mendapat giliran. Dia kembali memekik. Pada pekik yang ketiga ini. Kari Basa mengangkat kepala. Dan dia melihat betapa tubuh anak muda itu berlumur darah. Pakaian dan sebahagian dagingnya robek-robek. Persis kerbau yang selesai dikerjakan di rumah jagal.
“Mengakulah..” si Bungsu tetap bungkam. Dan kembali kelingkingnya dipatahkan. si Bungsu memekik. Namun dia tetap diam, tak mau membuka rahasia.
“Tahan . .” tiba-tiba ada suara. Dan yang bersuara tak lain daripada Kari Basa. Letnan itu menoleh padanya.
“Kau mau mengaku?”
“Baik saya mengaku, tapi lepaskan anak muda itu. Dia tak bersalah . . .”
“Ooo. Kau kenal padanya ya … ?”
“Justru karena saya tak kenallah makanya dia harus dibebaskan. Dia tak ada sangkut pautnya dengan perjuangan kami. Kami tak mengenalnya.”
Si Bungsu menatap Kari Basa. Apakah ini semacam penyingkirannya dari kalangan pejuang-pejuang ini? Apakah Kari Basa berkata begitu karena si Bungsu juga pernah berkata begitu ketika rapat di Birugo dahulu? Ketika pertanyaan begitu berkecamuk dalam fikiran si Bungsu, Kari Basa sekilas menatap padanya. Dan dari cahaya mata lelaki tua itu, dia dapat menangkap. Bahwa Kari Basa hanya membuat siasat. Namun kelegaan hatinya segera lenyap ketika letnan itu berkata :
“He..he tak ada sangkut paut kalian? Kalian saling tak mengenal? He. .he Bukankah kalian sama-sama hadir ketika rapat di Birugo dahulu? Bukankah kau punya hubungan dengan Datuk Penghulu? Nah, dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa kalian punya hubungan. Jangan kami pula hendak kalian bohongi.”
Dan kali ini penyiksaan dilakukan berbarengan. Si prajurit mengerjakan tubuh si Bungsu, si sersan mengerjakan Kari Basa. Kedua serdadu sadis ini lihai dalam pekerjaannya. Meskipun korbannya sudah remuk redam, sudah cabik-cabik tapi mereka jaga agar si korban tak segera mati. Mereka amat ahli dalam hal ini. Bagaimana menyiksa tawanan sampai separoh mampus, bahkan terkadang sampai tiga perempat mampus, tapi tetap saja tak sampai mampus. Itulah penderitaan yang ditanggung oleh kedua orang itu.
23 Agustus 2012
September 7th, 2012 at 3:53 PM
Gan, mhn no 86 dst seblum ke jlid IV. Trims
September 8th, 2012 at 11:58 AM
Maaf gan,untuk 86 nya blm bs di upload karena keterbatasan materi,thanks..
April 6th, 2013 at 5:00 PM
gan mohon supaya episode 86 dan seterusnya dilanjutkan lagi. Tks
April 8th, 2013 at 10:20 PM
maaf mas,saya masih mencari materi episode tersebut.. karena kesulitan mendapatkan materinya jadi cerita nya terputus2,jika sudah dapat pasti dilanjutkan..terimakasih atas attensi nya..
Juni 2nd, 2013 at 1:06 PM
dulu kakak saya sampai diguntingin itu koran haluan untuk mengumpulkan cerita ini… tapi sayang sekarang udah gak tau lagi dimana… apalagi sejak gempa.
Juni 14th, 2013 at 8:08 PM
tambuah bos…..manonyo bos…………………….
Juli 22nd, 2013 at 2:52 PM
mana lanjutannya, jadi kurang seru kalau kelamaan putus
Agustus 4th, 2013 at 12:21 AM
Aslmkm,ondeh uda, tagantuang carito si bungsu ko mah,tolong lah di lanjuik kan carito nyo ka bagian 86 dan seterusnyo.trm ksh.
Agustus 25th, 2013 at 11:36 PM
Ondeh uda.ambo mohon bana,tolong sambuang carito si bungsu ko,ka bagian 86 dan sataruih sampai tamaik.yo bana sero carito nyo.trm ksh.
September 13th, 2013 at 10:09 AM
ko namonyo di gantuang ndak batali ko uda……………..
Januari 17th, 2014 at 4:44 AM
Sangat2 butuh sambungan ceritanya min,.
Klo ga bisa kasih tau dimana bisa beli bukunya skarang..
April 13th, 2014 at 3:05 AM
Di ebook juga sama cuma sampai bagian 85 ….
November 19th, 2014 at 6:32 PM
kalo tidk salah resminya tikam samurai novelnya terbit cman nyampe jilid 14..sekembalinya dia dr australia ga terbit lg.. sy membacanya di taman baca an RISKA bukittinggi… yg sngat seru pas dia di jepang… sgt mengharukan… trim admin atas upload an nya,,, walau putus2 tp tamat
Februari 2nd, 2015 at 4:04 AM
uda2 mohon tunjuakkan baa caronyo untuk mandapekan versi lengkap nyo..
Maret 1st, 2015 at 11:02 PM
bisa di cari di toko buku Sari Angrek padang/Bukittinggi,trims..