Tag Archives: Kuil Shimogamo

tikam samurai-bagian-368-369-370


Salma lalu meminta pada sopir taksi menuju ke Taman Wonderland Amusemen yang terletak dipinggir pantai. michikoTaksi segera berlari kencang ke taman itu. Taman itu dahulunya adalah sebuah teluk. Karena kekurangan tanah makin lama makin mendesak, maka pemerintah kota Singapura, yang saat itu masih berada dalam bahagian dari Negara Malaya, mengambil prakarsa untuk menimbun teluk yang penuh lumpur itu.
Sebagai gantinya, kini teluk itu telah berobah jadi taman yang sangat indah. Dihadapan taman itu, diseberang sungai, disebuah tanah yang menjorok ke laut, berdiri patung kepala singa dengan ekor ikan sebagai lambang kota Singapura.
Patung itu berwarna putih setinggi lebih kurang tiga meter. Menghadap ke laut lepas. Seperti mengucapkan selamat datang pada kapal-kapal yang memasuki pelabuhan Singapura. Atau seperti penjaga yang mengawasi laut sepanjang selat.
Taman itu kini setiap sore ramai dikunjungi orang.
Disana, mereka menikmati matahari tenggelam. Melihat kapal-kapal membuang sauh. Dan bila malam, cahaya lampu dari kapal-kapal itu mirip lampu dari sebuah kota terapung. Atau seperti sejuta kunang-kunang yang berkelap-kelip. Cahayanya terpantul kelaut yang biasanya sangat tenang dimalam hari.
Ditaman itu, disepanjang pinggir pantai yang dibeton, dibuat kursi-kursi batu. Dan, dibawah pohon-pohon mahoni berderet penjual bermacam makanan. Orang bisa membeli makanan hampir segala macam bangsa disana. Mulai dari sate Padang seperti yang dipesan Salma, sampai pada goreng ular kesukaan orang Jepang dan Cina.
Dan disanalah sore itu Salma duduk bersama Michiko. Lanjutkan membaca


Dalam Kecamuk Perang Saudara-bagian-422-423-424


tikam samurai Dari Kecamuk Perang Saudara Ke Dallas Menuntut Balas (Episode II – 422)

tikam samurai novel makmur hendrik

Rumah Gadang

”Dua kali kau menyelamatkan kami, Nak. Engkau seperti malaikat yang dikirimkan Tuhan ke kedai ini, persis di saat-saat yang sangat genting. Kami dua beranak tidak tahu bagaimana membalas budimu…”
Si Bungsu hanya menatap dengan tenang.

”Saya sangat lapar, apakah mungkin saya minta bantuan Siti menanakkan nasi? Saya rasa kita makan dengan Pak Wali bersama-sama. Saya rasa besok belum tentu ada orang yang mau menanakkan nasi buat saya di Situjuh Ladang Laweh. Di sana tak ada lagi sanak famili saya. Mamak saya suami isteri, sudah meninggal. Anaknya Reno Bulan kini berjualan kain di Bukittinggi bersama suaminya.”

Siti hiba hatinya saat si Bungsu berkata ”besok belum tentu ada orang yang mau menanakkan nasi buat saya” .
”Saya akan tanakkan nasi untuk Uda. Tapi … bila Uda bertemu dengan kak Reno? Kabarnya hidupnya susah, dia ikut suaminya yang tukang salung..”

”Saya bertemu dengannya beberapa bulan yang lalu. Sebelum peperangan besar melanda Bukittinggi. Dulu suaminya memang tukang salung. Tapi berkat yakin, dari uang yang mereka kumpulkan sedikit demi sedikit, kini mereka sudah berjualan kain di Los Galuang.” Lanjutkan membaca